Kami melanjutkan perjalanan ke Karanganyar, sekitar 30 menit dari pusat kota. Sejuk dan Tenang, itulah atmosfir yang saya rasakan tatkala mendekati lokasi yang akan kami tuju padahal saat itu masih sekitar pukul 2 siang. Semakin mendekati lokasi, ruas jalan mengecil sehingga mobil harus berhenti ketika berpapasan dengan mobil dari jalur lain. Namun, hal itu tidak sebanding dengan indahnya pemandangan sawah dan pepohonan di sepanjang jalan.
Menuju pintu gerbang lokasi yang kami tuju, barisan pohon palem yang menjulang tinggi disamping kanan dan kiri menyambut kami, disusul dengan seorang penjaga gerbang yang mengkonfirmasi kehadiran kami kepada Tim dari lokasi tersebut. Sempat heran, mengapa harus ada konfirmasi? namun ternyata dibalik gerbang itulah "Vredestuin" saya temukan.
Ya, De Karanganjar Koffieplantage, salah satu perkebunan kopi tertua yang telah berdiri sejak 1974. Dahulunya, perkebunan ini dikelola oleh perusahaan Belanda sebelum akhirnya terjadi nasionalisasi terhadap aset negara. Namun, disini saya tidak akan bercerita tentang fasilitas apa saja yang ada didalamnya, justru "Vredestuin" itu sendiri yang akan saya ceritakan.
Kami menginap disana untuk satu malam dan ketika memasuki area tersebut, kami menuju sebuah cafe dan kami memesan kopi tentunya di cafe tersebut, "OG Cafe". Pilihan saya jatuh pada Excelsa, saya sendiri belum pernah mencoba jenis kopi tersebut namun ketika meminumnya, ternyata membuat saya cukup "melek" di malam itu. Ditengah-tengah asiknya kami nongkrong sore itu, sayup-sayup suara gamelan terdengar. Tentu langkah ini menuju ke sumber suara dan ternyata terdapat sebuah museum disana. Ada berbagai koleksi mulai dari lukisan, benda-benda pusaka, batik, topeng, gamelan dan lainnya. Pandangan ini sempat menatap lama pada sebuah lukisan yang justru tidak digabungkan dengan lukisan lain, ukurannya pula cenderung lebih kecil, penempatannya pun dibalik dinding dari arah masuk ruangan namun lukisan tersebut menarik perhatian saya karena keunikan-keunikannya. Dimanakah lukisan tersebut? ssstttt anda mungkin harus kesana untuk menemukan feel-nya.
Keluar dari museum, kami memutuskan untuk mengemasi perbekalan kami di cafe. Cahaya senja mulai redup dan hawa dingin mulai terasa, kami berlanjut masuk ke kamar masing-masing untuk bersih diri. Mengisi waktu di malam hari, kami duduk bersama di teras kamar. Membicarakan tentang heritage blitar yang telah kami kunjungi di pagi hari nya, arsitek belanda beserta karya dan historynya serta tentunya merasakan atmosfir malam di perkebunan tersebut. Tenang, hening dan dinginnya malam yang kami rasakan saat itu, memberikan energi pada saya untuk berkegiatan esok dan seterusnya dan tentunya untuk bersyukur kepada Tuhan bahwa Tuhan telah memberikan semesta kepada kita. Semesta telah mengajarkan banyak hal tentang baik dan buruk, tentang bumi dan langit dalam arti yang sesungguhnya dan semesta telah mempertemukan saya kepada orang-orang bahkan komunitas yang teramat baik untuk saya. Dingin malam itu bukanlah sekedar atmosfir namun rasa bahwa Tuhan telah memberi banyak hal lebih dari yang saya harapkan. Kadang diri ini tidak mengerti dan sering mempertanyakan kepada Tuhan akan apapun yang terjadi, namun Tuhan teramat baik dengan memberikan jawaban pada setiap menitnya tanpa disadari. Terima kasih Tuhan atas semesta yang Engkau ciptakan. Kami menutup malam itu dengan kantuk yang nikmat, dan bersiap menyongsong esok pagi lebih baik.
Matahari malu-malu menyongsong pagi itu, kami berjalan ke arah "Vredestuin". Dibaliknya, terdapat sebuah makam dengan nisan bertuliskan " Hier Rust W.Smith". Kemungkinan, beliau adalah salah satu pejabat di perkebunan kopi tersebut. Sekali lagi, semesta mengajarkan tentang arti bumi dan langit yang sesungguhnya. Menyusur lebih jauh, hamparan perkebunan terbentang, dari tumbuhan kopi, durian, jagung dan tumbuhan2 lainnya. Uniknya, terdapat satu area disana yang menjadi sebuah sarana belajar tentang sejarah kopi, baik itu sejarah kopi di dunia maupun di Indonesia dan bahkan masuknya kopi di Blitar. Area tersebut sungguh tidak membosankan, karena area ini dibuat seperti labirin namun tumbuhan kopi menjadi dinding pembatas pada setiap kelokan didalam labirin tersebut. Keluar dari labirin kopi, kami berjalan-jalan santai menikmati hangatnya mentari pagi dan disambut riangnya "Poppy", Golden yang teramat cantik dan menyenangkan disertai dengan 2 bocilnya. Tak kalah dari Poppy yang menyambut pagi itu, namun burung merpati, rusa dan ikan-ikan kecil seolah mengamini kami di tempat tersebut. Surga untuk pawrent seperti saya.
Disamping kantor perkebunan, terdapat sebuah rumah yang tatkala kami masuk terdapat banyak ornamen seperti alat musik, lukisan, benda seni dan benda-benda lain yang membuat kami berdecak kagum. Tak lupa ornamen, ubin, pintu dan jendela juga membuat saya kagum. Roemah Lodji adalah nama dari rumah tersebut. Berlanjut dari Roemah Lodji, kami memasuki area pabrik kopi disampingnya. Pandangan sempat tertuju pada bata merah yang menjadi ubin pada teras, dimana terdapat ukiran huruf khas bata merah jaman dahulu dan disambut dengan mobil tua untuk mengangkut hasil perkebunan. "Pabrik Pengolahan Kopi PT.Harta Mulia Perkebunan Karanganyar Blitar" tertulis didinding pabrik. Namun sayang, pada saat tersebut pabrik tidak beroperasi. Tapi, untuk menjaga kualitas kopi-kopinya, kami tidak dapat masuk meskipun pabrik beroperasi. Kami memutari lokasi pabrik dan terdapat sebuah cerobong asap bertuliskan MAR.19.200 dan sebuah jembatan panjang yang menyambungkan gedung satu dan lainnya. Mungkin, jembatan tersebut sudah tidak dipakai saat ini. Pabrik tersebut merupakan titik akhir kami, sebelum akhirnya kami kembali ke pusat kota untuk melanjutkan perjalanan kami. Menuju ke arah mobil, sebuah pendopo berisi gamelan menghantarkan kami untuk pulang. Sedih untuk meninggalkan "Vredestuin" tersebut karena disanalah banyak jawaban dari Tuhan akan pertanyaan-pertanyaan dari diri ini. Tapi bagaimanapun ada rasa dalam diri ini bahwa "Vredestuin" ada dalam diri ini.
Kami melanjutkan perjalanan ke area Candi Penataran. Sepertinya, perjalanan terakhir ke Candi ini dikala masih mengenyam bangku TK dan ternyata area tersebut luas sekali. Memasuki area Candi, tentu kami disambut 2 Arca Dwarapala dan semakin masuk kedalam terdapat beberapa Arca sebelum akhirnya tiba di Candi Penataran. Sebelum naik ke Candi, kami berkeliling di sebuah panggung besar dan melihat ukiran yang terdapat disampingnya namun karena guide pada saat tersebut sedang bersama tamu lain, kami tidak mendapat banyak informasi tentang ukiran-ukirannya. Kami memulai naik ke Candi dan berkeliling perlahan, kenapa perlahan? tentu saja karena lumayan tinggi bagi saya yang tidak bisa dengan ketinggian. Terdapat 3 tingkatan di candi penataran, saya memutuskan sampai level 2 saja dan memutuskan untuk turun dan menuju pada patirtan di belakang candi. Bersih dan bening seolah ingin "kecek" disana namun ikan-ikan menjaga seolah berkata "jangan masuk, jangan masuk" dan akhirnya diri ini mematung disamping kolam sambil menikmati tarian ikan-ikan. Dari patirtan tersebut, kami menuju ke museum Candi Penataran. Disambut keramahan penjaga museum, kami berbincang-bincang dan masuk untuk melihat-lihat koleksi Arca beserta penjelasan yang telah disediakan. Museum Candi Penataran merupakan akhir dari perjalanan kami di Blitar, sebetulnya banyak tempat yang belum dapat kami kunjungi dan masih menjadi PR kami untuk menelusuri lebih jauh. Blitar, sebuah kota kecil namun berkesan untuk kami, mulai dari keramahan warganya, ketenangan selama perjalanan, dan suasana tidak asing, seperti dirumah sendiri itulah yang saya rasakan. Semoga dapat berkunjung kembali ke Blitar pada waktu selanjutnya, semoga.....
#heritageblitar
Komentar
Posting Komentar